Learning Indonesian history for all people
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali(mu);sebagian mereka
adalah wali bagi sebagian yang lain>
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk
kepada orang-orang yang zalim.”
Ayat
diatas adalah terjemahan Al Qur’an dari
surat Al Maidah ayat 51. Ayat ini
menjadi terkenal dan menjadi blunder politik panas akibat ucapan Gubernur
Jakarta, Basuki Cahya Purnama yang biasa dipanggil Ahok, karena ucapannya “
jangan mau dibodoh-bodohi al Maidah ayat 51”, oleh sebagian ummat Islam
dianggap menghina Al Qur’an dan menghina ummat Islam. Dan karena ucapannya itu , Ahokpun meminta
maaf kepada ummat Islam.
Alqur’an memang bukan kitab suci yang hanya
berisi ritual doa, Alquran berisi berbagai ragam keilmuan yang dibutuhkan untuk
kehidupan manusia sejak Alqur’an diturunkan hingga keperadaban manusia paling
akhir, termasuk mengajarkan ilmu politik, khususnya aspek leadership bagi ummat
Islam.
Dalam perspektif filsafat sejarah, Alqur’an, dalam
surat Al Waaqiah ( Hari Kiamat) manusia dibagi menjadi golongan kanan dan
golongan kiri, ayat 8 berbunyi :
“ Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya
golongan kanan itu.”
Ayat 9 berbunyi :
“Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan
kiri itu”
Dalam surat Al Baqarah, manusia dibagi kedalam 3
golongan, yaitu golongan mu’min ( kanan ), golongan kiri dan golongan munafik.
Golongan mu’min dijelaskan pada Surat Al Baqarah ayat 2, yang terjemahannya
berbunyi :
“Kitab AlQur’an ini tidak ada keraguan kepadanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa “,
Dan ayat 3 surat Al Baqarah, “ (yaitu) mereka
yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebagian rizki, yang kami anugrahkan kepada mereka.”
dan ayat 4 surat Al Baqarah, dinyatakan :
“ dan
mereka yang beriman kepada Kitab ( Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu
dan kepada kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan
adanya (kehidupan) akhirat.”
Sementara yang dimaksud dengan golongan kafir
dinyatakan dalam Alqur’an surat Al Baqarah ayat 6, yang terjemahannya berbunyi
:
“ Sesungguhnya orang-orang Kafir, sama saja bagi
mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga
akan beriman”.
Tentang golongan munafik, AlQur’an menjelaskan
melalui surat Al Baqarah ayat 8, yang terjemahannya berbunyi :
“Diantara manusia ada yang mengatakan: “ Kami
beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman.”
Dalam konteks kepemimpinan, dalam sejarah Islam,
Nabi Muhammad saw tidak pernah memilih Kaisar Romawi sebagai pemimpin ummat
Islam, juga tidak pernah memilih Kaisar Persia sebagai pemimpin ummat Islam,
tetapi, Nabi Muhammad saw menyurati mereka untuk masuk Islam, beriman kepada
Allah swt dan Rasulnya. Apa yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw diikuti oleh para Khalifah penggantinya.
Para elit Islam masa lalu, memilih pemimpin
berdasarkan keislaman dan keimanan, kedewasaan berfikir dan kedewasaan qolbu,
serta lebih memperhatikan masa depan ummat Islam selama mereka hidup dunia
maupun diakherat nanti, setelah mereka kembali menghadap Sang Maha Pencipta,
dialam ruh.
Pemimpin didalam Islam harus membawa warganya ke
jalan lurus Allah swt, harus membawa dan mendorong kesholehan pribadi dan
social dari warganya , bukan sekedar deretan pembangunan fisik, tetapi rusak
secara social dan akidah serta ideologis.
Pemimpin didalam Islam harus menjadi contoh
sebagai manusia terbaik disisi Allah swt, dalam hal ketaqwaan melalui
ketaatannya terhadap perintah Allah swt baik siang maupun malam, bukan pemimpin
yang popular dimedia massa atau media social.
Pemimpin didalam Islam harus mampu menjunjung
tinggi pelaksanaan nilai dan norma Islam dan menerapkannya secara benar didalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bukan sekedar memakai baju muslim dan
menjual ayat-ayat Alqur’an untuk melanggengkan kekuasaan politiknya yang tidak
berdasarkan system nilai dan norma Al Qur’an.
Para khalifah seperti Abu Baqar, Umar binKhattab, Usman bin Affan dan Ali Bin Tholib merupakan rujukan sejarah yang
paling benar, paling ideal sebagai figure pemimpin ummat Islam yang harusnya
menjadi pola berfikir ummat Islam Indonesia dalam memilih pemimpin. Setia pada Alqur’an dan Rasul Allah swt,
Muhammad Saw.
Sumber :
1.
Alqur’an
dan terjemahannya. Jakarta : Departemen Agama RI, 1983
2. http://myhistoryofleadership.blogspot.co.id/
3. http://sejarahduchie.blogspot.co.id/