Jumat, 25 November 2016

Peran Ulama dalam membangun NKRI

Learning Indonesian history for all people
Tidak ada kekuatan besar di Indonesia yang mampu mengalahkan peran ulama dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Hanya para ulama yang sejak awal Islam masuk ke Indonesia yang membangun kekuatan politik yang menyatukan semua kekuatan politik local dari berbagai kepulauan Indonesia yang dalam perkembangan sejarahnya menjadi kekuatan pendiri  dan pelindung Republik Indonesia.
Para ulama di berbagai tempat di Nusantara menjadi kekuatan penopang kekuatan politik para raja local. Berdirinya kerajaan Samudra Pasai, Perlak, Aceh, Demak, Banten dan Cirebon yang didukung Sunan Gunung Jati, Pajang, Mataram, Goa Tallo, Banjar, Ternate dan Tidore tak lepas dari peran ulama. 
Diawal pendirian, para Ulama dengan para santrinya berada digaris depan dalam membangun kekuasaan politik para raja local.  Ketika kekuasaan  telah kokoh, para ulama kembali ke Pesantren dan Mesjid mereka untuk membangun kekuatan rohani, fisik, dan ilmu ummat yang dibimbingnya, seraya menyiapkan generasi muda Islam yang lebih kuat, lebih cerdas dan lebih rahmatan alamin.
Ketika kerajaan mengalami keruntuhan para ulama tetap membangun pondasi iman, ilmu , kepemimpinan, kesholehan para santri dan ummat.  Raja dan kerajaan oleh runtuh, tetapi ummat tetap bertahan dan dipersiapkan untuk menghadapi perubahan-perubahan kedepan.
Ketika kekuasaan colonial Kristen Protestan Belanda, kekuasaan colonial Kristen Katholik Perancis, kekuasaan Kristen Protestan Anglikan dengan dukungan Paus Alexander VI , dengan rakus menguasai dan mengeksploitasi kekayaan alam nusantara dan sumberdaya manusia pribumi Indonesia, para ulama tetap menyiapkan pondasi generasi Islami dan membangun perlawanan ideologis, kultural dan politik terhadap kekuasaan kaum colonial Eropa.
Perang – perang besar seperti Perang melawan Portugis yang dilakukan Kesultanan Ternate, Perang Sultan Hasanudin di Makassar, Perang Jawa yang dipimpin Diponegoro, Perang Sabil Imam Bonjol, Perang Sabil Aceh memperlihatkan peran ulama dan santrinya yang sangat besar dalam membangun kekuasaan politik kaum pribumi Indonesia terhadap kekuatan perusak asing.
Dimasa penjajahan imperalis Asia, Jepang, para ulama tetap memainkan peran penting sebagai penentang penjajahan Jepang, pelindung ummat dari cara berfikir kaum Shinto, kaum komunis, kaum sosialis, kaum nasionalis sekuler yang diam-diam bahkan secara terang-terangan bersekutu dengan kekuasaan tentara pendudukan Jepang, tanpa ada bukti mereka terlibat perang dengan tentara Jepang.
Kalimat dalam UUD 1945, “ negara Berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa” tak lepas dari peran Ulama. Kata “ KeTuhanan Yang Maha Esa “ dalam piagam Jakarta, tak lepas dari peran para ulama, yaitu Kyai Haji Hasyim Asy’ari ( NU), KiBagus Hadikusumo( Muhammadiyah), Mr. Kasman Singodimedjo, Mohammad Teuku Hasan ( Aceh) dalam membangun ideology bangsa yang berlandaskan prinsip Tauhid dalam Islam.
Bahasa Indonesia yang dijadikan bahasa Nasional Bangsa Indonesia yang awalnya bahasa melayu pasar, juga dibangun oleh para ulama sebagai bahasa pergaulan dipasar-pasar, pengajian dan pesantren bahkan bahasa politik di istana kerajaan.
Muhammad Natsir dari partai Masyumi berperan besar dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, melalui mosi integralnya dan meruntuhkan system politik yang memecah belah bangsa Indonesia , Republik Indonesia Serikat, yang diarsiteki Kolonialis Belanda, Van Mook.
Peran berbeda dilakukan Amir Sjarifudin ( Kristen) yang komunis, yang membuat wilayah Republik Indonesia makin sempit hanya DI Yogyakarta, Jawa Tengah bagian Selatan dan Jawa Timur bagian selatan.
Peran menghancurkan NKRI lebih parah dilakukan oleh PKI Munawar Muso pada bulan September 1948, dengan memprokalamirkan berdirinya Sovyet Indonesia ,ketika semua kekuatan NKRI berjuang mempertahankan kemerdekaan dari upaya agresi militer tentara NICA Belanda.
Demikian juga peristiwa perebutan kekuasaan yang didalangi PKI pada tanggal 30 bulan September tahun 1965, lagi-lagi berupaya mendirikan Negara komunis yang secara ideologis atheistic dan hasil pemikiran yang isinya penuh kedengkian dan hasutan dari Karl Mark yang keturunan Yahudi.
Karena itu sangat naïf bila ada kekuatan politik yang tak peduli dengan nasehat ulama, sementara mereka tak memiliki peran panjang dan besar dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia ditanah Nusantara.

Sumber Pustaka :
Ahmad Mansyur Suryanegara. Api Sejarah. Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2010, cet ke IV.
2.    Sajed Alwi b Thahir Al Hadad.  Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh.  Kerajaan Johor, Malaya. Di Indonesia diterbitkan oleh Almaktab Addaimi tahun 1957
3.      Ahmad Mansyur Suryanegara. Api Sejarah 2.  Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2010.
4.      Deliar Noer.  Partai Islam dipentas Nasional 1945-1965. Jakarta: Grafiti Pers, 1987
5.      Wilopo, S.H.  Zaman Pemerintahan Partai – Partai dan kelemahan-kelemahannya. Jakarta : yayasan Idayu, 1978
6.      Karl Marx dan Frederich engels.  Manifesto of the communist Party ( 1848) , diterjemahkan oleh DN Aidit, MH Lukman, P Pardede, Nyoto.  Yogyakarta : Cakrawangsa, 2014. 
7.      Audrey R Kahin.  Pergolakan Daerah pada awal kemerdekaan. Jakarta: Grafiti Pers, 1989.

8.      Salman Iskandar. 55 Tokoh Muslim Indonesia paling berpengaruh. Solo: Tinta Medina, 2011.

Tidak ada komentar:

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock, tonton sebab , petisi ini berisi keinginan bangsa Indonesia untuk memiliki parlemen pemerintaha...