Minggu, 30 Oktober 2016

Surat Al Maidah ayat 51

Learning Indonesian history for all people
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali(mu);sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain>  Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Ayat diatas adalah terjemahan  Al Qur’an dari surat Al Maidah ayat 51.  Ayat ini menjadi terkenal dan menjadi blunder politik panas akibat ucapan Gubernur Jakarta, Basuki Cahya Purnama yang biasa dipanggil Ahok, karena ucapannya “ jangan mau dibodoh-bodohi al Maidah ayat 51”, oleh sebagian ummat Islam dianggap menghina Al Qur’an dan menghina ummat Islam.  Dan karena ucapannya itu , Ahokpun meminta maaf kepada ummat Islam.
Alqur’an memang bukan kitab suci yang hanya berisi ritual doa, Alquran berisi berbagai ragam keilmuan yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia sejak Alqur’an diturunkan hingga keperadaban manusia paling akhir, termasuk mengajarkan ilmu politik, khususnya aspek leadership bagi ummat Islam.
Dalam perspektif filsafat sejarah, Alqur’an, dalam surat Al Waaqiah ( Hari Kiamat) manusia dibagi menjadi golongan kanan dan golongan kiri, ayat 8 berbunyi :
“ Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.”
Ayat 9 berbunyi :
“Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu”
Dalam surat Al Baqarah, manusia dibagi kedalam 3 golongan, yaitu golongan mu’min ( kanan ), golongan kiri dan golongan munafik. Golongan mu’min dijelaskan pada Surat Al Baqarah ayat 2, yang terjemahannya berbunyi :
Kitab AlQur’an ini tidak ada keraguan kepadanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa “,
Dan ayat 3 surat Al Baqarah, “ (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki, yang kami anugrahkan kepada mereka.”
dan ayat 4 surat Al Baqarah, dinyatakan :
“  dan mereka yang beriman kepada Kitab ( Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kepada kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”
Sementara yang dimaksud dengan golongan kafir dinyatakan dalam Alqur’an surat Al Baqarah ayat 6, yang terjemahannya berbunyi :
“ Sesungguhnya orang-orang Kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman”.
Tentang golongan munafik, AlQur’an menjelaskan melalui surat Al Baqarah ayat 8, yang terjemahannya berbunyi :
“Diantara manusia ada yang mengatakan: “ Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”
Dalam konteks kepemimpinan, dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad saw tidak pernah memilih Kaisar Romawi sebagai pemimpin ummat Islam, juga tidak pernah memilih Kaisar Persia sebagai pemimpin ummat Islam, tetapi, Nabi Muhammad saw menyurati mereka untuk masuk Islam, beriman kepada Allah swt dan Rasulnya.  Apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw diikuti oleh para Khalifah penggantinya.
Para elit Islam masa lalu, memilih pemimpin berdasarkan keislaman dan keimanan, kedewasaan berfikir dan kedewasaan qolbu, serta lebih memperhatikan masa depan ummat Islam selama mereka hidup dunia maupun diakherat nanti, setelah mereka kembali menghadap Sang Maha Pencipta, dialam ruh.
Pemimpin didalam Islam harus membawa warganya ke jalan lurus Allah swt, harus membawa dan mendorong kesholehan pribadi dan social dari warganya , bukan sekedar deretan pembangunan fisik, tetapi rusak secara social dan akidah serta ideologis.
Pemimpin didalam Islam harus menjadi contoh sebagai manusia terbaik disisi Allah swt, dalam hal ketaqwaan melalui ketaatannya terhadap perintah Allah swt baik siang maupun malam, bukan pemimpin yang popular dimedia massa atau media social.
Pemimpin didalam Islam harus mampu menjunjung tinggi pelaksanaan nilai dan norma Islam dan menerapkannya secara benar didalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bukan sekedar memakai baju muslim dan menjual ayat-ayat Alqur’an untuk melanggengkan kekuasaan politiknya yang tidak berdasarkan system nilai dan norma Al Qur’an.
Para khalifah seperti Abu Baqar, Umar binKhattab, Usman bin Affan dan Ali Bin Tholib merupakan rujukan sejarah yang paling benar, paling ideal sebagai figure pemimpin ummat Islam yang harusnya menjadi pola berfikir ummat Islam Indonesia dalam memilih pemimpin.  Setia pada Alqur’an dan Rasul Allah swt, Muhammad Saw.

Sumber :

1.    Alqur’an dan terjemahannya. Jakarta : Departemen Agama RI, 1983

2. http://myhistoryofleadership.blogspot.co.id/
3. http://sejarahduchie.blogspot.co.id/

Selasa, 25 Oktober 2016

Peninggalan dan nilai-nilai warisan nenek moyang bangsa Indonesia

Learning Indonesian history for all people
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memulai peradabannya sejak zaman purba. Mereka memiliki pengalaman menghadapi berbagai tantangan alam dan tantangan masalah-masalah social baik didalam kelompoknya maupun dengan diluar kelompoknya. 
Hingga berakhirnya masa pra aksara ( sebelum masuknya agama Hindu Budha masuk ) bangsa Indonesia telah memiliki keahlian, yaitu : 
1. Berlayar dengan perahu bercadik dalam menyeberangi lautan. Perahu diberi tambahan kiri dan kanan dengan bamboo atau kayu yang kuat dengan fungsi memecahkan ombak sekaligus menjadi alat keamanan bila terjadi kecelakaan. 
2. Bersawah. Dalam memproduksi makanan dari padi, manusia Indonesia telah mengenal pengelolaan tanam padi dengan bersawah.

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock, tonton sebab , petisi ini berisi keinginan bangsa Indonesia untuk memiliki parlemen pemerintaha...