Learning history for senior high schools
Kerajaan Tarumanegara
Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara
didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya,
Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.
Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga
(395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai.
Dinamainya kota itu Sundapura—pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.
Peninggalan Tarumanegara yang terlihat jelas adalah keberadaan candi Jiwa dan Candi Blandongan yang terletak di dekat sungai Citarum , Batujaya, Karawang. Letak kedua candi ini juga dekat dengan pantai.
Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa
pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun
tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M)
Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80
dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman
(515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali
kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap
Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama
sebagai lanjutan politik ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir
Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya
menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum
jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja
Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda
atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda?
Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon
memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya.
Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup
pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 -
162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah
yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada
Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara
tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja
penguasa Jawa Barat pada masa silam.
Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang
memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota
Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti,
pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa
dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang
disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362
menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke
Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah.
Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia
sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara
karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan
Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik
ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk
mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke
daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu
Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung
dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di
ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara.
Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya
mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12
orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir,
digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang
puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang
kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanaga pendiri Kerajaan
Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada
menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan
Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena
Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri,
yaitu Sunda
yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan
ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk
berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.
Namun, dari Manasih, memiliki menantu Sanjaya yang kemudian menjadi raja di Mataram, meneruskan kekuasaan pamannya, Sana,
Sementara, Mataram dan Sriwijaya berkembang pesat, Tarumanegara berkembang turun menjadi daerah sepi, bukan lagi pelabuhan ramai dan pusat kekuasaan, tetapi telah menjadi daerah pertanian, seiring dengan dangkalnya sungai Citarum dan pantai terdekatnya.
Sumber :
1. www.wikipedia.com