Learning history for all people
POENALE SANCTIE DI
TANAH PERKEBUNAN SUMATERA TIMUR
Para pengusaha perkebunan Belanda di Sumatera telah merasakan
keuntungan luar biasa dan pesatnya bisnis perkebunan mereka. Karena itu, watak kapitalis kolonialis ini
ingin meningkatkan laba perkebunan lebih
besar lagi, untuk melunasi hutang bank atau membayar deviden saham para
investor mereka, termasuk untuk meningkatkan kemakmuran mereka sendiri.
Konsesi lahan yang sangat luas tentu membutuhkan buruk yang
banyak dan kerja keras yang luar biasa.
Namun, yang bekerja keras bukan para Tuan Perkebunan, tetapi, para
tenaga kerja dari China, India dan Jawa.
Tenaga mereka diperas habis, sementara gaji mereka sangat kecil. Malas mendapat tendangan dan pukulan setelah
itu harus bekerja lebih keras lagi. Hak kemerdekaan mereka dirampas. Akibatnya
timbul pemberontakan di Sunggal.
Namun, kemenangan pasukan Belanda, makin membuat para Tuan
Tanah Perkebunan menjadi makin berkuasa, mereka makin ganas. Bila sebelumnya masalah tenaga kerja diadili
dipengadilan Sultan, setelah menang perang, mereka mengadili sendiri para kuli
yang malas, melarikan diri atau melawan perintah.
Disisi lain, konflik para kuli dengan para tuan tanah perkebunan
ini dijadikan alasan oleh pemerintah Kolonial Belanda unuk mengambil alih bukan
saja system hokum dan pengadilan Sultan Deli ke Pengadilan Belanda, tetapi,
pemerintah colonial Belanda memaksa para kuli perkebunan dan rakyat sumatera
sebagai rakyat dari Pemerintah Kolonial Belanda dan harus diadili oleh
Pengadilan Belanda.