Rabu, 15 April 2015

Sejarah Pendudukan Jepang

Learning history for senior high schools


Latar Belakang  
1.      Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang.  Tojo merupakan Jendral Ultra Nasionalis yang ingin Jepang menjadi Negara kuat dan ekspansionis.
2.      Jepang membutuhkan daerah sumber bahan baku atau sumber daya alam  bagi industry
3.      Jepang membutuhkan pasar untuk tempat pemasaran produk-produk industrinya
4.      Kekayaan alam sangat melimpah diwilayah  Asia Tenggara, khususnya Indonesia
5.      Wilayah Asia Tenggara dijajah Negara – Negara Eropa
6.      Negara-negara Eropa ,menjaual bahan baku industry dengan harga mahal
7.      Amerika melancarkan embargo minyak bumi yang membuat pabrik - pabrik industri di Jepang mengalami krisis bahan bakar .
Strategi Jepang menduduki Indonesia :
1.      Operasi militer pendudukan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,  Maluku dan Irian
2.      Membentuk pemerintahan pendudukan militer di Indonesia
3.      Membentuk gerakan 3 A agar Jepang mudah diterima bangsa Indonesia
4.      Pembela Tanah Air (PETA) dengan tugas membantu Jepang mempertahankan Indonesia dari serangan sekutu
5.      Gakukotai' (laskar pelajar)
  1. Heiho  atau barisan prajurit cadangan Jepang dengan tugas membantu berbagai keperluan perang tentara Jepang.
  2. Seinendan (barisan pemuda)
  3. Fujinkai (barisan wanita)
  4. Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
  5. Jawa Hokokai  ( Kebaktian rakyat Jawa )
  6. Keibodan (barisan pembantu polisi)
  7. Jibakutai (pasukan berani mati)
  8. Kempetai (barisan polisi rahasia Jepang)

Jepang menempatkan 300.000 tentaranya di pulau Jawa dan bersenjata lengkap.  Kondisi ini membuat para pejuang Indonesia harus berhati-hati terhadap Jepang, sehingga, umumnya menempuh strategi kooperatif terhadap Jepang dengan cara menduduki jabatan-jabatan yang disediakan pemerintah Jepang, tetapi juga ada yang menempuh strategi non kooperatif dengan melakukan perlawanan diam-diam, bahkan konfrontatif.

 

 

Tindakan pemerintahan pendudukan Jepang dan antek-anteknya yang sangat keras, menyiksa, memperkosa, merampok rakyat, akhirnya  menimbulkan Perlawanan rakyat terhadap Jepang, seperti terjadi di :

Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942
Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng, Lhokseumawe yang menolak upacara seikirei dan romusha. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan salat Subuh.
Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat.
Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Dia menolak dengan tegas ajaran Shintoisme, upacara Seikirei dari pemerintah  Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu diapun tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam paksa.
Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang akhirnya mundur ke Tasikmalaya.
Jepang menyerang dengan kekuatan militer penuh untuk mengakhiri perlawanan ulama  Tasikmalaya tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawa ke Jakarta untuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di Ancol.




Peristiwa Indramayu, April 1944
Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang, Kabupaten Indramayu.
Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam dengan cara membantai rakyat di kedua wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap pemberontakan.
Pemberontakan Teuku Hamid
Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November 1944. Penyebabnya tindakan Jepang terhadap rakyat seperti memaksa romusya, memaksa melakukan upacara seikirei, melakukan perampasan terhadap  harta kekayaan rakyat dll
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah.
Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam.
Pemberontakan Peta di Blitar (29 Februari 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan.
Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.



Gerakan bawah tanah
Sebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat Indonesia tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula melihat betnuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan oleh:
  • Kelompok Sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara menyamar sebagai pedagang nanas di Sindanglaya.
  • Kelompok Sukarni, Adam Malik dan Pandu Wiguna. Mereka berhasil menyusup sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu (sekarang kantor berita Antara).
  • Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah kelompok mahasiswa dan pelajar.
  • Kelompok Mr. Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah kelompok gerakan Kaigun (AL) Jepang.
Mereka yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari informasi dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha mereka akan dapat Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu, kelompok pemudalah yang lebih cepat dapat informasi tersebut serta merekalah yang akhirnya mendesak golongan tua untuk secepatnya melakukan proklamasi.



Tidak ada komentar:

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock, tonton sebab , petisi ini berisi keinginan bangsa Indonesia untuk memiliki parlemen pemerintaha...