Learning history for senior high schools
Pemerintahan
dinegara-negara Arab cenderung dictator.
Namun, Negara-negara Arab ini memiliki kekayaan minyak . Sehingga, Negara-negara barat, terutama
Amerika serikat cenderung melindungi kekuasaan para penguasa yang dictator.
Disisi
lain , gerakan-gerakan sipil pengusung pemerintahan demokrasi baik
dinegara-negara Eropa maupun dinegara- Negara Arab, berusaha mewujudkan Negara mereka
menjadi Negara demokratis.
Kemajuan
teknologi komunikasi dan transfortasi yang mendorong terjadinya globalisasi,
apalagi internet dengan segudang informasi didalamnya, makin mendorong kuatnya
gerakan-gerakan demokrasi didalam masyarakat Arab.
Sementara,
para penguasa Arab berusaha bertahan baik karena alasan ideologis maupun karena
kepentingan politik praktis mereka berusaha menahan dan menata gerakan
demokrasi sesuai konsep politik mereka, sehingga, terjadi konflik politik, baik
pada tataran konsep maupun pada tataran praktis.
Kebangkitan
dunia Arab atau Musim Semi Arab (bahasa Inggris: The Arab Spring; bahasa Arab:
الثورات العربية, secara harafiah Pemberontakan Arab) adalah gelombang revolusi
unjuk rasa dan protes yang terjadi di dunia Arab. Sejak 18 Desember 2010, telah
terjadi revolusi di Tunisia dan Mesir; perang saudara di Libya; pemberontakan
sipil di Bahrain, Suriah, and Yaman; protes besar di Aljazair, Irak, Yordania,
Maroko, dan Oman, dan protes kecil di Kuwait, Lebanon, Mauritania, Arab Saudi,
Sudan, dan Sahara Barat. Kerusuhan di perbatasan Israel bulan Mei 2011 juga
terinspirasi oleh kebangkitan dunia Arab ini.
Protes
ini menggunakan teknik pemberontakan sipil dalam kampanye yang melibatkan
serangan, demonstrasi, pawai, dan pemanfaatanmedia sosial, seperti Facebook, Twitter,
YouTube, dan Skype, untuk mengorganisir, berkomunikasi, dan meningkatkan
kesadaran terhadap usaha-usaha penekanan dan penyensoran Internet oleh
pemerintah. Banyak unjuk rasa ditanggapi keras oleh pihak berwajib, serta
milisi dan pengunjuk rasa pro-pemerintah. Slogan pengunjuk rasa di dunia Arab
yaitu Ash-sha`b yurid isqat an-nizam (“Rakyat ingin menumbangkan rezim ini”).
Rangkaian
ini berawal dari protes pertama yang terjadi di Tunisia tanggal 18 Desember
2010 setelah pembakaran diri Mohamed Bouazizi dalam protes atas korupsi polisi
dan perawatan kesehatan. Dengan kesuksesan protes di Tunisia, gelombang
kerusuhan menjalar ke Aljazair, Yordania, Mesir, dan Yaman, kemudian ke
negara-negara lain, dengan unjuk rasa terbesar dan paling terorganisir terjadi
pada “hari kemarahan”, biasanya hari Jumat setelah salat Jumat. Protes ini juga
mendorong kerusuhan sejenis di luar kawasan Arab.
Pada
Juli 2011, unjuk rasa ini telah mengakibatkan penggulingan dua kepala negara,
yaitu Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali yang kabur ke Arab Saudi tanggal
14 Januari setelah protes revolusi Tunisia, dan di Mesir, Presiden Hosni
Mubarak mengundurkan diri pada 11 Februari 2011, setelah 18 hari protes massal
dan mengakhiri masa kepemimpinannya selama 30 tahun. Selama periode kerusuhan
regional ini, beberapa pemimpin negara mengumumkan keinginannya untuk tidak
mencalonkan diri lagi setelah masa jabatannya berakhir. Presiden Sudan Omar
al-Bashir mengumumkan ia tidak akan mencalonkan diri lagi pada 2015, begitu
pula Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki, yang masa jabatannya berakhir tahun
2014, meski unjuk rasa semakin menjadi-jadi menuntut pengunduran dirinya
sesegera mungkin.
Protes
di Yordania juga mengakibatkan pengunduran diri pemerintah sehingga mantan
Perdana Menteri and Duta Besar Yordania untuk Israel Marouf al-Bakhit ditunjuk
sebagai Perdana Menteri oleh Raja Abdullah dan ditugaskan membentuk
pemerintahan baru. Pemimpin lain, Presiden Ali Abdullah Saleh dari Yaman,
mengumumkan pada 23 April bahwa ia akan mengundurkan diri dalam waktu 30 hari
dengan imbalan kekebalan hukum, sebuah persetujuan yang diterima oposisi Yaman
secara tidak formal pada 26 April; Saleh kemudian mengingkari persetujuan ini
dan semakin memperpanjang pemberontakan di Yaman. Pemimpin LibyaMuammar al-Gaddafi
menolak mengundurkan diri dan mengakibatkan perang saudara antara pihak loyalis
dan pemberontak yang berbasis di Benghazi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar