Learning history Indonesian history for all people
Masa
neolithikum
Semua makhluk dibumi
memerlukan makanan. Manusia dan berbagai
jenis binatang bahkan tumbuhan memerlukan makanan. Demikian juga dengan manusiapurba mereka membutuhkan berbagai jenis makanan untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan kelompoknya.
Mereka berpindah-pindah
tempat untuk mendapatkan makanan ( nomaden). Mereka mencari daerah-daerah subur
yang banyak sumber makanan dan menetap selama sumber makanan masih
tersedia. Mereka pindah mencari sumber
makanan baru dan menetap lagi ditempat baru, begitu seterusnya.
Manusia purba belajar dari
pengalaman hidupnya. Pola hidup nomaden
mulai dirasakan sulit. Area gerak mereka
mulai dibatasi oleh terbentuknya daerah-daerah pemukiman dengan area
perladangannya serta banyak binatang yang sudah dipelihara oleh manusia purba lainnya. Sementara binatang buruan kian sulit
didapat. Karena itu banyak manusia purba
yang nomaden mulai menetap. Hanya tinggal sedikit yang masih nomaden.
Karena mayoritas mulai
menetap dan mulai berladang atau berhuma , maka mereka mulai memproduksi makanan. Dengan memproduksi makanan , maka manusia
purba masa neolithikum mulai mengolah alam dan mulai tidak tergantung pada
alam.
Kehidupan bercocok tanam
dilakukan setelah mereka mengalami berpindah-pindah tempat dan kembali ketempat
yang sama banyak biji-bijian yang dulu
mereka buang telah tumbuh menjadi tanaman dan pohon baru yang berbuah atau siap
untuk mereka makan kembali. Pengetahuan tentang tanaman yang bijinya bisa
ditanam kembali atau yang batangnya bisa ditanam kembali membuat mereka mulai melakukan
penanaman-penanaman. Ketika tanaman yang
mereka tanam kemudian tumbuh besar dan menghasilkan makanan, maka mereka
memiliki pengatahuan dan pengalaman bercocok tanam.
Dengan pengetahuan dan
pengalaman yang terus menerus dan diwariskan dari generasi kegenerasi maka
mereka makin mahir bercocok tanam. Mereka mulai berhuma dan berladang. Mereka juga mengenal system penyiraman
tanaman yang kemudian mendorong mereka mengenal pengairan dengan system
irigasi.
Didaerah pegunungan yang
konturnya beertingkat, mereka bercocok tanam dengan system sengkedan, dimana
air dialirkan dari sawah dipermukaan yang lebih tinggi kepermukaan sawah yang
ada dibawahnya.
Mereka bukan hanya
menanam sejenis padi-padian, jagung, talas, tetapi berbagai pohon yang buahnya
menjadi sumber makanan mereka.
Alat-alat berladang yang
digunakan adalah beliung persegi. Beliung persegi terbuat dari batu kalsedon.
Bentuknya persegi memanjang. Seluruh permukaannya dihaluskan dan dibuatkan pada
pangkalnya ikatan. Beliung panjang
persegi ini banyak ditemukan di Sumatera, Jawa dan Bali.
Alat pertanian lain
adalah kapak lonjong yang diasah dengan ujung runcing dan tajam. Kapak lonjong
dibuat dari batu yang berwarna kehitaman.
Kapak lonjong banyak ditemukan di Sulawesi, Sangihe, Flores, Maluku dan Irian.
Dalam bertani juga
digunakan alat-alat pemukul kulit kayu.
Alat pemukul kulit kayu terbuat dari batu dan berbentuk persegi
panjang. Kulit kayu dipukul untuk
dijadikan semacam benang yang kemudian mereka tenun dan pintal untuk dijadikan
kain. Alat pemukul kayu banyak ditemukan
Kalimantan Tenggara ( Ampah ), Sulawesi Tengah ( Kalumpang dan Minanga Sipakka
).
Dari era bertani ini
muncul keterampilan membuat gerabah.
Gerabah terbuat dari tanah liat yang dibakar. Gerabah digunakan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian atau
menyimpan air.
Manusia purba pendukung
kebudayaan neolithikum adalah manusia jenis Mongoloid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar