Senin, 09 November 2015

Sejarah Perlawanan terhadap Poenale sanctie

Learning history for all people
Sejarah Perlawanan terhadap Poenale sanctie ( Perbudakan modern )
Poenale sanctie merupakan Undang – Undang yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1880 dengan tujuan untuk melindungi para buruh perkebunan, yang dalam banyak laporan dan cerita yang beredar di masyarakat banyak tindakan pemilik perkebunan yang melakukan penyiksaan berat terhadap para kulinya.   Poenale sanctie ini berisi mana yang boleh dilakukan para kuli dan mana yang tidak boleh dilakukan sebagai kuli.
Namun, dalam proses penyusunan Undang-undang ini terdapat masukan kuat dari para pemilik perkebunan dan adanya kepentingan Belanda yang kuat.  Yang melegakan bagi para kuli adalah kewajiban para pemilik perkebunan untuk membuat kontrak dengan para kulinya.  Tetapi, kontrak kuli ini pada kenyataannya dilakukan tanpa pengawasan yang ketat.  Para kuli kontrak didatangkan oleh para broker dan para broker telah memotong nilai kontrak para kuli yang didatangkannya.
Disisi lain isi Poenale sanctie  ini kurang memberikan hukuman atau hanya memberi hukuman ringan terhadap para pemilik perkebunan dan para administrator dan mandornya bila melakukan penyiksaan terhadap para kuli, tetapi hukuman berat  bagi para koeli.  Dan hukuman ini hanya diberlakukan untuk para kulit pendatang China, India dan Jawa , tetapi tidak diberlakukan ke kuli penduduk local.
Para majikan sebenarnya kurang puas terhadap isi Poenal sanctie, mereka ingin kuli kontrak yang melanggar isi kontrak dibawa keperkebunan, bukan dibawa kepengadilan.  Kalau dibawa dipengadilan mereka tidak bisa dimanfaatkan tenaganya dan prosesnya sangat lama, sebaliknya kalau dibawa keperkebunan mereka bisa diperkerjakan dan dihukum sesuai kemauan si pemilik perkebunan.
Karena itu, strategi para pemilik perkebunan bila ada para kuli yang melanggar kontrak kuli mereka ditahan dan di hokum di area perkebunan dan tidak diserahkan ke pengadilan . Mereka menggunakan instrument gaji, gaji para kuli kontrak mereka tahan bahkan tidak diberikan, sebagai ganti kerugian para pemilik perkebunan.  Para kuli juga diancam dan dilarang melaporkan keluahannya kepengadilan dengan cara tak memberi ijin keluar area perkebunan, yang memang dijaga ketat para mandor perkebunan ( freeman ).
Disisi lain, karena para kuli didatangkan oleh broker ( tandil ), para kuli juga menjadi korban kebengisan para broker.  Para pemilik perkebunan mengajukan keluhan ke para broker ( tandil ) maka para brokerlah yang melakukan penyiksaan terhadap para kuli yang didatangkannya.
Perlawanan terhadap para pemilik perkebbunan dilakukan oleh para kuli terhadap para tuan tanahnya, pegawai administraturnya maupun terhadap para mandor perkebunan dengan cara membacok mereka.
Perlawanan terhadap poenale sanctie dilakukan juga oleh orang Belanda Dr. J.A.C Tschudnowsky, Ir. H.H. Van Kol dengan cara menuliskan kisah laporannya dalam bentuk buku yang berjudul “ dari jajahan kita “ diantaranya, kenyataan bahwa total gaji kuli terbaik kerjanya dalam setahun menerima 112 dollar, tetapi yang sampai ketangan mereka tinggal 34 dollar saja.  Disamping mereka yang mengecam dan mempertanyakan poenale sanctie adalah koresponden harian Java Bode, De Coninh  ,  Soetan Parlindungan melalui Koran  “ Soematra Timor “; Dr. Sutomo ; kemudian Mohammad Samin komisaris Serikat Islam wilayah Sumatra Timur, menelanjangi kobobrokan para pemilik perkebunan di Sumatera Timur  dan ia mengusulkan penghapusan Poenal sanctie dan usulannya ini terdiri dari :
1.      Poenale sanctie dihapuskan
2.      Gaji kuli paling sedikit 6o sen sehari
3.      Lama bekerja sehari paling lama 8 jam ( Aturan perkebunan 13 jam ).
4.      Pihak koeli dapat memecahkan kontrak
5.      Kuli yang sudah bekerja 15 tahun mendapat pension
6.      Kuli yang ingin menetap di Sumatera Timur berhak mendapat tanah dengan hak guna usaha
7.      Segala perkara kuli diadili oleh Landrechter
8.      Wanita sejak hamil 7 bulan hingga 40 hari setelah melahirkan tidak boleh kerja
9.      Anak-anak kuli harus dididik disekolah-sekolah
10.  Perjudian diperkebunan dilarang
Proposal Muhammad Samin didukung penuh dalam Kongres Syarekat Islam di Surabaya 11 Mei 1918, Budi Utomo cabang Medan juga mendukung usulan Mohammad Samin.   Abdul Moeis juga mendukung penghapusan Poenale Sanctie yang diajukan Syarekat Islam, walau harus melalui jalan parlementer.
Upaya menghapus poenale sanctie menhadapi tembok besar Belanda, yaitu Dewan Rakyat yang anggotanya kebanyakan orang Belanda dan Gubernur Jendral De Fock yang kaku  dan reaksioner ditambah ia dapat tugas khusus mencari uang sebanyak-banyaknya dari tanah perkebunan untuk menghidupkan ekonomi Belanda yang hancur akibat malaise ( krisis ekonomi parah ) pasca perang dunia ke 1. 
Dalam voting 23 suara setuju dilaksanakan poenale sanctie dan 14 agar poenale sanctie dihapus. Anggota Dewan Rakyat yang ingin menghapus poenale sanctie adalah Stokvis, Soejono, Djajadiningrat, Kerkamp, Hadji Agus Salim, Wawoeroentoe, Soetadi, Soerakoesoemah, Soetatmo Soeriokoessoema, Kamil, Aay, Wiranata koesoema,  Dahler dan De Qoeljoe. Kegagalan di Dewan Rakyat ini menyebabkan nasib koeli kontrak tetap menderita hingga Jepang masuk dan menguasai Indonesia.  Dan para koeli kontrak hanya bisa melakukan penyerangan terhadap para penyiksanya, sendiri.
1.      H. Mohammad Said.  Koeli Kontrak tempo doeloe. Medan : waspada, 1977

2.      Tan Malaka. Massa Aksi. Bandung: Sega arsy, 2010.

Tidak ada komentar:

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock, tonton sebab , petisi ini berisi keinginan bangsa Indonesia untuk memiliki parlemen pemerintaha...