Learning history for all people
Sejarah Perlawanan terhadap Poenale sanctie ( Perbudakan modern )
Poenale sanctie merupakan Undang – Undang yang dibuat oleh
Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1880 dengan tujuan untuk melindungi para
buruh perkebunan, yang dalam banyak laporan dan cerita yang beredar di
masyarakat banyak tindakan pemilik perkebunan yang melakukan penyiksaan berat
terhadap para kulinya. Poenale sanctie
ini berisi mana yang boleh dilakukan para kuli dan mana yang tidak boleh
dilakukan sebagai kuli.
Namun, dalam proses penyusunan Undang-undang ini terdapat
masukan kuat dari para pemilik perkebunan dan adanya kepentingan Belanda yang
kuat. Yang melegakan bagi para kuli
adalah kewajiban para pemilik perkebunan untuk membuat kontrak dengan para
kulinya. Tetapi, kontrak kuli ini pada
kenyataannya dilakukan tanpa pengawasan yang ketat. Para kuli kontrak didatangkan oleh para
broker dan para broker telah memotong nilai kontrak para kuli yang
didatangkannya.
Disisi lain isi Poenale sanctie ini kurang memberikan hukuman atau hanya
memberi hukuman ringan terhadap para pemilik perkebunan dan para administrator
dan mandornya bila melakukan penyiksaan terhadap para kuli, tetapi hukuman berat
bagi para koeli. Dan hukuman ini hanya diberlakukan untuk para
kulit pendatang China, India dan Jawa , tetapi tidak diberlakukan ke kuli
penduduk local.
Para majikan sebenarnya kurang puas terhadap isi Poenal
sanctie, mereka ingin kuli kontrak yang melanggar isi kontrak dibawa
keperkebunan, bukan dibawa kepengadilan.
Kalau dibawa dipengadilan mereka tidak bisa dimanfaatkan tenaganya dan
prosesnya sangat lama, sebaliknya kalau dibawa keperkebunan mereka bisa
diperkerjakan dan dihukum sesuai kemauan si pemilik perkebunan.
Karena itu, strategi para pemilik perkebunan bila ada para
kuli yang melanggar kontrak kuli mereka ditahan dan di hokum di area perkebunan
dan tidak diserahkan ke pengadilan . Mereka menggunakan instrument gaji, gaji
para kuli kontrak mereka tahan bahkan tidak diberikan, sebagai ganti kerugian
para pemilik perkebunan. Para kuli juga
diancam dan dilarang melaporkan keluahannya kepengadilan dengan cara tak
memberi ijin keluar area perkebunan, yang memang dijaga ketat para mandor
perkebunan ( freeman ).
Disisi lain, karena para kuli didatangkan oleh broker ( tandil
), para kuli juga menjadi korban kebengisan para broker. Para pemilik perkebunan mengajukan keluhan ke
para broker ( tandil ) maka para brokerlah yang melakukan penyiksaan terhadap
para kuli yang didatangkannya.
Perlawanan terhadap para pemilik perkebbunan dilakukan oleh
para kuli terhadap para tuan tanahnya, pegawai administraturnya maupun terhadap
para mandor perkebunan dengan cara membacok mereka.
Perlawanan terhadap poenale sanctie dilakukan juga oleh orang
Belanda Dr. J.A.C Tschudnowsky, Ir. H.H. Van Kol dengan cara menuliskan kisah
laporannya dalam bentuk buku yang berjudul “ dari jajahan kita “ diantaranya,
kenyataan bahwa total gaji kuli terbaik kerjanya dalam setahun menerima 112
dollar, tetapi yang sampai ketangan mereka tinggal 34 dollar saja. Disamping mereka yang mengecam dan
mempertanyakan poenale sanctie adalah koresponden harian Java Bode, De Coninh ,
Soetan Parlindungan melalui Koran
“ Soematra Timor “; Dr. Sutomo ; kemudian Mohammad Samin komisaris
Serikat Islam wilayah Sumatra Timur, menelanjangi kobobrokan para pemilik
perkebunan di Sumatera Timur dan ia
mengusulkan penghapusan Poenal sanctie dan usulannya ini terdiri dari :
1.
Poenale
sanctie dihapuskan
2.
Gaji
kuli paling sedikit 6o sen sehari
3.
Lama
bekerja sehari paling lama 8 jam ( Aturan perkebunan 13 jam ).
4.
Pihak
koeli dapat memecahkan kontrak
5.
Kuli
yang sudah bekerja 15 tahun mendapat pension
6.
Kuli
yang ingin menetap di Sumatera Timur berhak mendapat tanah dengan hak guna
usaha
7.
Segala
perkara kuli diadili oleh Landrechter
8.
Wanita
sejak hamil 7 bulan hingga 40 hari setelah melahirkan tidak boleh kerja
9.
Anak-anak
kuli harus dididik disekolah-sekolah
10. Perjudian diperkebunan dilarang
Proposal Muhammad Samin didukung penuh dalam Kongres Syarekat
Islam di Surabaya 11 Mei 1918, Budi Utomo cabang Medan juga mendukung usulan
Mohammad Samin. Abdul Moeis juga
mendukung penghapusan Poenale Sanctie yang diajukan Syarekat Islam, walau harus
melalui jalan parlementer.
Upaya menghapus poenale sanctie menhadapi tembok besar
Belanda, yaitu Dewan Rakyat yang anggotanya kebanyakan orang Belanda dan
Gubernur Jendral De Fock yang kaku dan
reaksioner ditambah ia dapat tugas khusus mencari uang sebanyak-banyaknya dari
tanah perkebunan untuk menghidupkan ekonomi Belanda yang hancur akibat malaise
( krisis ekonomi parah ) pasca perang dunia ke 1.
Dalam voting 23 suara setuju dilaksanakan poenale sanctie dan
14 agar poenale sanctie dihapus. Anggota Dewan Rakyat yang ingin menghapus
poenale sanctie adalah Stokvis, Soejono, Djajadiningrat, Kerkamp, Hadji Agus Salim,
Wawoeroentoe, Soetadi, Soerakoesoemah, Soetatmo Soeriokoessoema, Kamil, Aay,
Wiranata koesoema, Dahler dan De
Qoeljoe. Kegagalan di Dewan Rakyat ini menyebabkan nasib koeli kontrak tetap
menderita hingga Jepang masuk dan menguasai Indonesia. Dan para koeli kontrak hanya bisa melakukan
penyerangan terhadap para penyiksanya, sendiri.
1.
H.
Mohammad Said. Koeli Kontrak tempo
doeloe. Medan : waspada, 1977
2.
Tan
Malaka. Massa Aksi. Bandung: Sega arsy, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar