Learning Indonesian history for all :
Tetapi tetap DI bukan TII, jadi mereka itu
hadapi. Kartosuwirjo plus republic,
malah Bung Hatta membantu sebagai Wakil Presiden, membantu apa-apa yang perlu
bagi Kartosuwirjo, supaya jangan kacau balau, tetapi sesudah itu ( Natsir batuk
), ada satu kesalahan, kesalahan itu tidak disengaja, ada satu pimpinan dari
apa yang nantinya disebut TII. Pemimpin dari gerombolan dari kelompok Kartosuwirjo, dikirim ke Jogya
tidak setahu, tidak melalui Kartosuwirjo langsung, bahwa mereka juga kesulitan,
mereka juga kembali ke Jawa Barat justru untuk membantu, membantu DI/TII atau
belum lama kelompok Kartosuwirjo ini, tetapi oleh karena tidak ada persiapan
bahwa ia akan dating, dianggap ini orang yang meninggalkan jawa barat itu orang
yang nggak bisa dipercayai. Dianggap mereka, umumnya nih ( Buya Natsir
tersenyum ) oh ini dia tinggalkan kita diwaktu apa, mau apa lagi dikesini,oleh
karena itu dia diterima dengan senjata, sehingga dia meninggal. Jadikan kan putus hubungan yang baik. Tapi
bukan putus betul, mulai itu, tetapi itu, ini terus pemerintah sudah mengadakan
Linggarjati, segala macam bertambah suudzon,, orang ini mau apa. Ini nyengat ini mau apa, sesudah mau bersatu
dengan Belanda, padahal dia belum jadi mengerti
betul apa, dimana diplomasi, sebab orang kita berjuang. Kita hadapi Belanda dalam dua bidang, bidang
gerilya, bidang diplomasi, satu sama lainnya memerlukan satu sama lain. Gerilya tanpa kekuatan Welkreise nggak bisa.
Welkreise saja tanpa senjata perundingan, hancur gak karuan. Jadi diwaktu itu kita sebagai tuan suruh apa
yang sudah dapat dicapai itu pertahankan tetap.
Dalam diplomasi cari tambahan, itu ini jadi, semua orang menyadari itu
taktik, tapi kalau sudah bicara dengan Belanda itu kalah, artinya mau menyerah,
sebab marahnya rakyat sudah cukup besar, sehingga, lebih baik tak usah dengan
Belanda – Belanda saja, kita berjuang dengan senjata saja, kan begitu. Jadi wawasan dari orang-orang, ummat, dengan
diplomasi yang begitu tinggi dikalangan pemimpin-pemimpin itu belum merasa bisa , disatukan, jadi ada salah
paham, arti curiga mencurigai. Sebetulnya
begitu juga orang di Jawa Barat sudah merasa ditinggalkan, kita dating,
orang Jogja, yang ini memberi, apa
menyerahkan kita pada Belanda. Mau apa
lagi dikesini. Kita sedang bikin
kekuatan sekarang. Kekuatan, waktu itu ndak ada DI/TII. Mulai itu hubungan tambah buruk. Lantas untuk selesaikan ini, Hamengkubuwono
dan saya diminta untuk dating oleh bung Hatta ke Jawa Barat. Kita mencoba untuk menyelesaikan salah faham
ini kepada Kartosuwirjo. Sudah kesini
dalam suasana antara Kartosuwirjo dengan kelompoknya, Majlisul Islam, apa itu
namanya. Saya, saya bertemu
Kartosuwirjo. Bagaimana cara bertemunya
itu sulit sekali. Tapi saya bikin surat
dan mengutus tuan Hasan, tahu Hasan ya ? orang Persis, ya , saya minta beliau
mengantarkan surat, saya mengirim surat sendiri, sebagai kenalan yang baiklah,
hubungan kita dengan kartosuwirjo baik sekali dari dulu. Sebelum merdeka sudah boleh katakan kami itu berteman, berguru pada Akhmad Hasan
bersama-sama, antara murid, jadi hubungan pribadi dan saya minta Tuan Hasan
sendiri yang mengantarkan, jadi supaya dipercaya, bahwa tidak berkhianat
begitu. Tetapi ada satu kesalahan yang
tidak disengaja, saya tinggal dihotel Homan, Bandung. Jadi saya tidak bawa map atau apa, saya ambil
kertas dari Hotel Homan surat itu. Surat itu sudah ada mapnya, amplopnya,
suratnya yang pakai merek, saya dengan tidak sadar, saya pakai itu sebagai
syurat saya kepada Kartosuwirjo, minta supaya kita bertemulah. <a href=http://www.Myhistoryofleadership.blogspot.com>pindah</a>.
Tanya : Mengenai terjadinya DI/TII, bagaimana hubungannya dengan Masyumi ?
M. Natsir : Sebenarnya DI/TII ini ada sesudahnya Jawa Barat
dilepaskan kepada Belanda. Tadinya itu republiken semua. Ini kan DI , ada
keputusan antara permusyawaratan Belanda dengan Indonesia, supaya Jawa Barat
dikosongkan dari RI, itu bukan main pedihnya bagi orang-orang Jawa Barat. Seolah – olah disingkirkan dari Republik. Padahal mereka berjuang. Padahal perjuangan pertama di Bandung dengan
Nasution. Dengan menjadi mereka merasa
orang yang ditinggalkan oleh Republik.
Saya lihat Kartosuwirjo waktu itu
pergi ke Jogja kerjasama dengan pemerintah Bung Hatta, dengan Kartosuwirjo
selalu bertemu bermusyawarah bagaimana membantu orang yang ditinggalkan itu,
tetapi tak resmi. Tetapi bantu dengan
keuanganlah banyak sedikitnya, supaya orang itu mengadakan perjuangan terhadap
Belanda, dengan, dalam majlisul Islam atau apa itu namanya.<a href=http://www.Myhistoryofleadership.blogspot.com>pindah</a>.
Bersambung…………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar