Learning history for senior high schools
Tradisi local –Hindu Budha-Islam di
Indonesia
Ditemukannya fosil manusia purba diberbagai tempat di
Indonesia menunjuukkan Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Gelombang manusia Proto Melayu dan Deutro
Melayu makin memperkaya sejarah asal usul manusia Indonesia.
Karena manusia menghasilkan budaya, maka, kedatangan
gelombang manusia proto melayu dan Deutro Melayu serta masuknya budaya Hindu
Budha dan Islam makin memperkaya khazanah sejarah manusia dan budaya Indonesia.
Dibidang kebudayaan, masuknya budaya-budaya baru dari luar
kepulauanIndonesia makin menghidupkan berbagai budaya yang ada, yang diwariskan
dari generasi kegenerasi manusia sebelumnya.
Budaya-budaya baru diterima, diadaptasi dengan cerdas, disesuaikan
dengan alam dan tradisi yang sudah ada.
Yang buruk dibuang yang baik diambil, ditempatkan dalam kerangka budaya
yang sudah ada, sehingga, memperkuat dan makin menghidupkan tradisi dan budaya
yang ada.
Tradisi-tradisi dibidang kepercayaan seperti penghormatan
kepada roh nenek moyang yang telah ada sejak zaman purba, tidak dihilangkan
ketika agama Hindu masuk, dan agama Hindu diterima , walau tidak seluruhnya,
bila dalam agama Hindu jenazah dibakar, nenek moyang Indonesia dibeberapa
tempat tidak dibakar, tetapi diletakkan di peti mayat atau dikubur batu dan
dibuatkan arca nenek moyang, pada zaman kemudian, dalam tradisi Hindu Jawa,
mayat dikuburkan didalam candi. Mereka
pergi ke Candi bukan untuk memuja para dewa dalam agama Hindu tetapi juga
memuja roh nenek moyang mereka, lengkap sengan sesajinya.
Dalam tradisi Hindu Bali, mayat dibakar melalui upacara
Ngaben, tetapi, persiapan upacara ngaben yang melibatkan semua kasta di Bali
membuat system kasta tidak diterapkan secara ketat, bahkan unsur budaya gotong
royong yang asli Indonesia mendominasi acara.
Ketika Islam masuk, proses penguburan mayat dilakukan secara
Islam, dari memandikan yang diiringi dengan doa-doa Islam, mengkafani dengan
aturan sesuai ajaran Islam hingga disholatkan sesuai ajaran Islam. Proses penguburanpun sesuai dengan
Islam.
Namun, dalam tradisi Indonesia terutama dipedesaan dikalangan
penganut Islam tradisional, setelah penguburan diadakan upacara sedekahan
dengan doa-doa Islam untuk keselamatan almarhum maupun agar keluarga yang
ditinggalkan sabar , diberi rejeki oleh Allah swt dan diberi perlindungan dari
berbagai bahaya . Sore atau malam hari dilanjutkan dengan acara pembacaan doa
keselamatan baik untuk almarhum maupun untuk keluarganya , yang disebut dengan
Tahlilan. Acara ini melibatkan semua anggota keluarga juga tetangga-tetangga
terdekat, sehingga unsure gotong royongnya sangat kuat.
Dalam bidang politik, nenek moyang Indonesia hanya mengenal
ketua suku, dukun, panglima perang.
Bahkan ketiga jabatan ini bida dirangkap oleh satu orang. Hubungan
pemimpin dengan yang dipimpin sangat dekat dan erat. Bahkan dalam keseharian sulit dibedakan mana
pemimpin dan yang dipimpin. Pemimpin
terlihat ketika terjadi musyawarah atau ketika kelompoknya terancam. Hubungan pemimpin dengan yang dipimpin sangat
egaliter. Contoh ini bisa dilihat dari kehidupan “ Puun “ dalam masyarakat
Baduy Pandeglang.
Ketika Hindu masuk dengan system kastanya, ketua suku menjadi
Raja, ia dibantu para panglima perang, penasehat politik, tabib atau ahlu
nujum, dan jabatan-jabatan lain yang didominasi kasta ksatria. Hubungan Pemimpin dengan yang dipimpin
menjadi ada jarak. Raja dengan
protokolernya mulai terpisah dengan rakyat pengikutnya. Ada tatacara untuk menghadap Raja, sikap dan budaya
egaliter seperti zaman purba tidak ada lagi.
Ketika Islam masuk, jarak antara pemimpin dengan yang
dipimpin masih ada jarak, jarak ini makin jauh ketika Raja makin berkuasa dan
memiliki wilayah luas, seperti kekaisaran Persia, India dan Turki. Tetapi rakyat bisa dekat dengan Raja ketika
di Mesjid dan dalam upacara-upacara masyarakat, tetapi tetap saja ada batas.
Namun, keadaan tersebut berbeda jauh dengan tradisi
kepemimpinan islam awal, Nabi Muhammad sebagai pemimpin ummat Islam hidup
sangat sederhana. Baju hanya 2 itupun lusuh, tempat tidur dengankasur dari daun
kurma dan rumah diemperan Mesjid.
Demikian Juga khalifah Umar bin Khattab yang bajunya lusuh dan banyak jahitan. Mereka pemimpin yang sederhana dan egaliter
selalu hidup ditengah-tengah masyarakatnya.
Dibidang kesenian, bangsa Indonesia purba mengenal gamelan
dengan pertunjukan wayang dan cerita keseharian mereka. Ketika Hindu-Budha masuk, maka masuk pula
cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi, cerita Indonesia ini diambil dan
adaftasi dengan alam pikiran dan budaya Indonesia, maka msuklah tokoh Semar,
cepot dan Gareng dan udayana, sosok manusia Indonesia yang cerdas sekaligus
humoris dalam cerita Mahabarata dan Ramayana.
Ketika Islam masuk, nilai-nilai filsafat Islam dimasukkan kedalam cerita
Mahabarata dan Ramayana, sehingga pesan-pesan yang disampaikan dalam cerita
lebih bernuansa Islami daripada nuansa Hindunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar