Minggu, 20 September 2015

Tradisi local –Hindu Budha-Islam di Indonesia

Learning history for senior high schools
Tradisi local –Hindu Budha-Islam di Indonesia
Ditemukannya fosil manusia purba diberbagai tempat di Indonesia menunjuukkan Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.  Gelombang manusia Proto Melayu dan Deutro Melayu makin memperkaya sejarah asal usul manusia Indonesia.
Karena manusia menghasilkan budaya, maka, kedatangan gelombang manusia proto melayu dan Deutro Melayu serta masuknya budaya Hindu Budha dan Islam makin memperkaya khazanah sejarah manusia dan budaya Indonesia.
Dibidang kebudayaan, masuknya budaya-budaya baru dari luar kepulauanIndonesia makin menghidupkan berbagai budaya yang ada, yang diwariskan dari generasi kegenerasi manusia sebelumnya.  Budaya-budaya baru diterima, diadaptasi dengan cerdas, disesuaikan dengan alam dan tradisi yang sudah ada.  Yang buruk dibuang yang baik diambil, ditempatkan dalam kerangka budaya yang sudah ada, sehingga, memperkuat dan makin menghidupkan tradisi dan budaya yang ada.
Tradisi-tradisi dibidang kepercayaan seperti penghormatan kepada roh nenek moyang yang telah ada sejak zaman purba, tidak dihilangkan ketika agama Hindu masuk, dan agama Hindu diterima , walau tidak seluruhnya, bila dalam agama Hindu jenazah dibakar, nenek moyang Indonesia dibeberapa tempat tidak dibakar, tetapi diletakkan di peti mayat atau dikubur batu dan dibuatkan arca nenek moyang, pada zaman kemudian, dalam tradisi Hindu Jawa, mayat dikuburkan didalam candi.  Mereka pergi ke Candi bukan untuk memuja para dewa dalam agama Hindu tetapi juga memuja roh nenek moyang mereka, lengkap sengan sesajinya.
Dalam tradisi Hindu Bali, mayat dibakar melalui upacara Ngaben, tetapi, persiapan upacara ngaben yang melibatkan semua kasta di Bali membuat system kasta tidak diterapkan secara ketat, bahkan unsur budaya gotong royong yang asli Indonesia mendominasi acara.
Ketika Islam masuk, proses penguburan mayat dilakukan secara Islam, dari memandikan yang diiringi dengan doa-doa Islam, mengkafani dengan aturan sesuai ajaran Islam hingga disholatkan sesuai ajaran Islam.  Proses penguburanpun sesuai dengan Islam. 
Namun, dalam tradisi Indonesia terutama dipedesaan dikalangan penganut Islam tradisional, setelah penguburan diadakan upacara sedekahan dengan doa-doa Islam untuk keselamatan almarhum maupun agar keluarga yang ditinggalkan sabar , diberi rejeki oleh Allah swt dan diberi perlindungan dari berbagai bahaya . Sore atau malam hari dilanjutkan dengan acara pembacaan doa keselamatan baik untuk almarhum maupun untuk keluarganya , yang disebut dengan Tahlilan. Acara ini melibatkan semua anggota keluarga juga tetangga-tetangga terdekat, sehingga unsure gotong royongnya sangat kuat.
Dalam bidang politik, nenek moyang Indonesia hanya mengenal ketua suku, dukun, panglima perang.  Bahkan ketiga jabatan ini bida dirangkap oleh satu orang. Hubungan pemimpin dengan yang dipimpin sangat dekat dan erat.  Bahkan dalam keseharian sulit dibedakan mana pemimpin dan yang dipimpin.  Pemimpin terlihat ketika terjadi musyawarah atau ketika kelompoknya terancam.  Hubungan pemimpin dengan yang dipimpin sangat egaliter. Contoh ini bisa dilihat dari kehidupan “ Puun “ dalam masyarakat Baduy Pandeglang.
Ketika Hindu masuk dengan system kastanya, ketua suku menjadi Raja, ia dibantu para panglima perang, penasehat politik, tabib atau ahlu nujum, dan jabatan-jabatan lain yang didominasi kasta ksatria.  Hubungan Pemimpin dengan yang dipimpin menjadi ada jarak.  Raja dengan protokolernya mulai terpisah dengan rakyat pengikutnya.  Ada tatacara untuk menghadap Raja, sikap dan budaya egaliter seperti zaman purba tidak ada lagi.
Ketika Islam masuk, jarak antara pemimpin dengan yang dipimpin masih ada jarak, jarak ini makin jauh ketika Raja makin berkuasa dan memiliki wilayah luas, seperti kekaisaran Persia, India dan Turki.  Tetapi rakyat bisa dekat dengan Raja ketika di Mesjid dan dalam upacara-upacara masyarakat, tetapi tetap saja ada batas.
Namun, keadaan tersebut berbeda jauh dengan tradisi kepemimpinan islam awal, Nabi Muhammad sebagai pemimpin ummat Islam hidup sangat sederhana. Baju hanya 2 itupun lusuh, tempat tidur dengankasur dari daun kurma dan rumah diemperan Mesjid.  Demikian Juga khalifah Umar bin Khattab yang bajunya lusuh dan  banyak jahitan.  Mereka pemimpin yang sederhana dan egaliter selalu hidup ditengah-tengah masyarakatnya.
Dibidang kesenian, bangsa Indonesia purba mengenal gamelan dengan pertunjukan wayang dan cerita keseharian mereka.  Ketika Hindu-Budha masuk, maka masuk pula cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi, cerita Indonesia ini diambil dan adaftasi dengan alam pikiran dan budaya Indonesia, maka msuklah tokoh Semar, cepot dan Gareng dan udayana, sosok manusia Indonesia yang cerdas sekaligus humoris dalam cerita Mahabarata dan Ramayana.  Ketika Islam masuk, nilai-nilai filsafat Islam dimasukkan kedalam cerita Mahabarata dan Ramayana, sehingga pesan-pesan yang disampaikan dalam cerita lebih bernuansa Islami daripada nuansa Hindunya.


Tidak ada komentar:

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock, tonton sebab , petisi ini berisi keinginan bangsa Indonesia untuk memiliki parlemen pemerintaha...