Learning Indonesian history for all people
Kegiatan
penyebaran Agama Islam di Karawang dilakukan oleh
Syekh Hasanuddin . Ia berasal dari Kerajaan Campa. Namun, ia menghadapi penentangan dari Raja Pajajaran yang beragama Hindu. yaitu
Prabu Wastu Kencana atau Prabu Angga Larang . Sehingga Syech
Hasanudin diminta agar tak melakukan
penyebaran agama Islam di wilayah
Karawang .
Oleh
Syekh Hasanuddin perintah itu dipatuhi. Kepada utusan yang datang kepadanya ia
mengingatkan, bahwa meskipun dakwah itu dilarang, namun kelak dari keturunan
Prabu Angga Larang akan ada yang menjadi seorang Waliyullah. Syekh Hasanuddininggalkan Karawang dan pergi ke Cirebon. Ia mohon diri kepada Ki Gedeng
Tapa penguasa Cirebon yang juga membawahi wilayah Karawang.
Syekh
Hasanuddin dan pengikutnya kembali ke Malaka, Ki Gedeng Tapa
menitipkan putrinya yang bernama Nyai Subang Karancang atau Nyai Subang Larang untuk ikut bersama
ulama besar ini untuk belajar Agama Islam di Malaka.
Tak
lama berada di Malaka, Syekh Hasanuddin kembali ke wilayah Kerajaan Hindu Pajajaran.
Dan untuk keperluan tersebut, maka disiapkan 2 perahu dagang yang memuat
rombongan para santrinya termasuk Nyai Subang Larang.
Sekitar
tahun 1418 Masehi, setelah rombongan ini memasuki Laut Jawa, kemudian memasuki
Muara Kali Citarum yang pada waktu itu ramai dilayari oleh perahu para pedagang
yang memasuki wilayah Pajajaran. Selesai menyusuri Kali Citarum ini akhirnya
rombongan perahu singgah di Pura Dalam atau
Pelabuhan Karawang ( sekarang Alun - Alun Karawang ). Kedatangan rombongan ulama besar ini disambut baik oleh petugas
Pelabuhan Karawang dan diizinkan untuk mendirikan musholla yang digunakan juga
untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.
Setelah
beberapa waktu berada di pelabuhan Karawang, Syekh Hasanuddin menyampaikan
dakwahnya di musholla yang dibangunnya dengan gotong royong bersama para santri dan masyarakat sekitarnya. Iapun memulai mengajar mengaji dan melakukan dakwah Islam dengan penuh keramahan. Uraiannya
tentang agama Islam mudah dipahami, dan mudah pula untuk diamalkan, karena ia
bersama santrinya langsung memberi contoh. Pengajian Al-Qur’an memberikan daya
tarik tersendiri, karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya.
Oleh karena itu setiap hari banyak penduduk setempat yang secara sukarela
menyatakan masuk Islam.
Berita
tentang dakwah Syeh Hasanuddin (yang kemudian lebih dikenal dengan nama SyekhQuro) di pelabuhan Karawang rupanya telah terdengar kembali oleh Prabu Angga
Larang, yang dahulu pernah melarang Syekh Quro melakukan kegiatan yang sama
tatkala mengunjungi pelabuhan Muara Jati Cirebon. Sehingga ia segera mengirim
utusan yang dipimpin oleh sang putra mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa
untuk menutup Pesantren Syekh Quro.
Namun
tatkala putra mahkota ini tiba di tempat tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh
alunan suara merdu ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh NyaiSubang Larang. mengurungkan niatnya untuk menutup Pesantren Quro, dan tanpa
ragu-ragu menyatakan isi hatinya untuk memperistri Nyi Subang Larang yang
cantik itu dan halus budinya.
Lamaran
tersebut rupanya diterima oleh Nyai Subang Larang dengan syarat mas kawinnya
haruslah berupa “Bintang Saketi”, yaitu simbol dari “tasbih” yang berada di
Negeri Makkah.
Sumber lain menyatakan bahwa hal itu
merupakan kiasan bahwa sang Prabu haruslah masuk Islam, dan patuh dalam
melaksanakan syariat Islam. Selain itu, Nyai Subang Larang juga mengajukan
syarat, agar anak-anak yang akan dilahirkan kelak haruslah ada yang menjadi
Raja. Semua hal tesebut rupanya disanggupi oleh Raden Pamanah Rasa, sehingga
beberapa waktu kemudian pernikahan pun dilaksanakan, bertempat di PesantrenQuro (atau Mesjid Agung sekarang) dimana Syekh Quro sendiri bertindak sebagai
penghulunya. Islampun menyebar luas keberbagai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar