Minggu, 22 November 2015

Sejarah Peristiwa tiga daerah

Learning history for all people
Semangat dengan militansi tinggi untuk menjadi bangsa merdeka dari penjajahan Belanda  pada sebelum dan sesudah prokalamsi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, baik di Jakarta maupun diberbagai daerah Indonesia, bahkan hingga kepelosok pedesaan, terutama pada pemuda terpelajar yang aktif dalam berbagai organisasi pergerakan kemerdekaan.
Ketika proklamsi kemerdekaan itu datang dan dikumandangkan tokoh sekaliber Soekarno – Hatta, maka, pengaruhnya sangat kencang kepelosok Indonesia, termasuk ke daerah Brebes, Tegal Pemalang . Pengaruhnya bukan sekedar untuk menjadi bangsa merdeka, bangsa mandiri yang lepas dari kolonialisme dan imperialism Belanda atau sekedar semangat untuk mengusir bangsa asing, tetapi, semangat yang meluap – luap untuk merubah tatanan sosial politik dan ekonomi serta budaya yang ada di daerah mereka.
Selama masa kolonialisme,  baik Belanda maupun Jepang, rakyat didaerah Brebes, Tegal Pemalang mereka terpenjara dengan aturan Belanda dan terpenjara aturan Jepang, tetapi mereka terpenjara oleh feodalisme pribumi yang mengakar dan menempel kuat pada kolonialisme Belanda maupun Jepang.  Kebencian terhadap feodalisme pribumi tak lepas dari peran kaum feudal pribumi yang menjadi kaki tangan pemerintah colonial Belanda maupun menjadi kaki tangan pemerintahan tentara pendudukan Jepang.
Melalui kaki tangan pribumi yang menduduki jabatan-jabatan birokratis , bangsa asing menikmati kekayaan alam dan kerja keras penduduk pribumi, sementara, kaum pribumi dalam posisi yang tertindas.  Karena itu, proklamasi kemerdekaan Indonesia, dianggap menjadi pintu masuk untuk merubah tatanan lama ke tatanan baru yang lebih adil.
Peristiwa tiga daerah di Brebes, Tegal dan Pemalang dilator belakangi peran kaum birokrat pribumi yang banyak mendukung kapitalisme Belanda.  Mereka bertindak seperti penyangga kepentingan penjajah terhadap kaum pribumi dan dengan jabatan ,kedudukan dan wewenang yang dimilikinya ia menekan rakyat.
Di masa pendudukan Jepang, para birokrat feudal ini menjadi pengawas ekonomi local, mereka menjadi kaki tangan Jepang dalam pengadaan padi yang mencapai 50 % hasil panen, mereka juga berperan dalam pengerahan tenaga kerja paksa ( Romusya ), mereka juga kerap mengkorupsi  pemberian kain dari  Jepang untuk rakyat, memungut pajak yang besar disaat petani gagal panen.

Karena perannya yang mengabdi pada kepentingan asing, membuat rakyat kecewa terhadap peran birokratis mereka dan memicu kemarahan rakyat.  Adanya organisasi Syarekat Islam yang berideologi Islam dan Syarekat rakyat yang berideologi komunis dan underbouw Partai Komunis Indonesia, bahkan tokoh-tokoh PKI di Pekalongan merupakan alumni pemberontakan PKI di tahun 1926,  dan mereka membuat kemarahan rakyat disalurkan kedalam protes dan pemogokan massal. 

Radikalisme rakyat dipicu oleh anasir-anasir komunis yang tak sabar dengan keadaan yang dianggap tak menunjukkan perubahan.  Mereka berupaya mengambil jalan pintas melakukan perubahan sosial dengan memecat dan mempermalukan seorang kepala desa dan istrinya di daerah Tegal selatan, yang kemudian memicu revolusi sosial  diberbagai pedesaan dan akhirnya masuk ke Brebes, Tegal dan Pemalang 19 oktober dan 4 nopember 1945.  Mereka mencari para birokrat yang korup dan bila bertemu dihakimi oleh massa.

Ketika para pejabat yang dicari tidak ditemukan mereka menyerbu pasukan Tentara Keamanan Rakyat yang bersenjatakan senjata dari penyerahan Jepang. Karena mendapat perlawanan dari tentara Keamanan Rakyat, mereka berbalik menyerang rumah-rumah penduduk China dan Indo Eropa yang dianggap mendapat hak istimewa baik pada zaman Belanda maupun pada zaman Jepang.  Mereka hanya berupaya merampas harta kekayaan mereka.  

Tetapi, ketika berita tentara Belanda ( NICA ) menyiksa rakyat di Jakarta, maka kaum revolusioner di Tegal, Pemalang dan Brebes melakukan pembunuhan tidak hanya terhadap orang-orang China dan indo Eropa pro Belanda tetapi juga terhadap penduduk keturunan Ambon dan Manado yang dianggap sangat setia ke pemerintah Belanda. Mereka dicap “ tidak setia kepada Revolusi Nasional “.

Ketika, penyingkiran terhadap pejabat-pejabat yang setia kepada Belanda berhasil mereka lakukan, mereka berupaya menguasai jabatan – jabatan pada birokrasi pemerintahan di Tegal, Brebes dan Pemalang.  Upaya kaum komunis menguasai pemerintahan mendapat tantangan dari kalangan Islam dan TKR.  Karena itu, berbagai tindakan yang dilakukan oleh  Front Rakyat (komunis) digagalkan oleh TKR dan massa kalangan Islam.

Dalam kasus, peristiwatiga daerah, Pemerintah juga mengadili mereka yang dianggap menjadi pelaku pembunuhan terhadap para pejabat pro Belanda dan Pro Jepang dengan alasan melanggar hokum dan tata tertib serta keamanan.  Perilaku front Rakyat dianggap berlebihan dalam menerapkan kedaulatan rakyat.  Karena, yang berhak memecat seorang pejabat haruslah pemerintah dengan tata tertib dan mengacu pada perundangan yang jelas dan bukan oleh suatu badan yang dibentuk golongan tertentu dan untuk kepentingan politik yang hanya menguntungkan golongannya saja.
Sumber :

Audrey R Kahin.  Pergolakan Daerah pada awal kemerdekaan. Jakarta: Grafiti Pers, 1989.

Tidak ada komentar:

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock

Petisi Soetardjo yang membuat belanda Shock, tonton sebab , petisi ini berisi keinginan bangsa Indonesia untuk memiliki parlemen pemerintaha...